Berpegang Teguh kepada Sunnah dan Tetap Bersama Al-Jamaah
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Berpegang Teguh kepada Sunnah dan Tetap Bersama Al-Jamaah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 12 Jumadil Akhir 1442 H / 25 Januari 2021 M.
Ceramah Agama Islam Tentang Berpegang Teguh kepada Sunnah dan Tetap Bersama Al-Jamaah
Pada pertemuan sebelumnya kita telah menjelaskan salah satu di antara motivasi dan tujuan dari Ibnu Jauzi menulis kitab ini adalah seperti yang beliau katakan: “Maka aku memandang perlu untuk memperingatkan manusia dari tipu daya iblis dan menunjukkan kepada mereka jerat-jerat perangkapnya. Karena mengetahui hal-hal yang buruk merupakan salah satu cara agar terhindar dari keburukan itu.”
Kita bisa terhindar dari keburukan karena kita mengetahui keburukan, bukan untuk melaksanakan keburukan itu. Seperti yang disebutkan dalam hadits, Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
كانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ عَنِ الخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي
“Orang-orang biasa bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebaikan-kebaikan. Sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan-keburukan, itu karena aku khawatir keburukan tersebut akan menimpa diriku.”
Jadi kita perlu juga mengetahui apa-apa yang mendatangkan mudharat. Sehingga kita bisa menghindari mudharat itu.
Salah satu hukuman yang Allah berikan kepada seorang hamba adalah Allah membuat dia lupa kepada perkara-perkara yang membawa maslahat dan menyebabkan dia jatuh dalam mudharat. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّـهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah membuat mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (QS. Al-Hasyr[59]: 19)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa salah satu bentuk Allah membuat lupa manusia itu kepada diri mereka adalah Allah buat lupa mereka terhadap perkara yang membawa maslahat dan menghindarkan mereka dari mudharat. Sehingga tidak bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
Maka di sini ini Hudzaifah Ibnul Yaman bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang perkara-perkara buruk bukan untuk melakukannya, tapi untuk menghindarinya.
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata:
والله ما أظن على ظهر الأرض اليوم أحدا أحب إلى الشيطان هلاكا مني
“Demi Allah, menurutku di atas muka bumi hari ini tidak ada yang lebih diharapkan setan kematiannya selain daripada diriku.”
Lalu ada yang bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi?”
Maka beliau menjawab:
والله إنه ليحدث البدعة في مشرق أو مغرب فيحملها الرجل إلي فإذا انتهت إلي قمعتها بالسنة فترد عليه كما أخرجها
“Demi Allah, sungguh telah terjadi bid’ah di timur ataupun di barat kemudian seseorang membawa bid’ah itu kepadaku. Ketika bid’ah itu sampai kepadaku, aku padamkan sunnah itu dengan sunnah. Maka bid’ah itu pun tertolak sebagaimana ia dibawa kepadaku.”
Demikianlah. Bahwa mengetahui sunnah tidak akan sempurna tanpa mengetahui bid’ah. Dan tidak mungkin kita memegang sunnah apabila kita tidak mengetahui lawannya. Demikian pula tauhid, kita tidak akan tahu hakikat tauhid sehingga kita mengetahui lawannya, yaitu syirik. Apabila kita tidak tahu syirik, maka hakikatnya kita belum mengenal tauhid.
Maka dalam banyak hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu menggabungkan itu di dalam satu redaksi kalimat. Perintah untuk berpegang teguh kepada sunnah dan berhati-hati terhadap bid’ah. Karena tidak mungkin kita berpegang teguh dengan sunnah tapi kita tidak waspada terhadap bid’ah.
Juga seperti perkataan sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, beliau mengatakan:
اتبعوا ولا تبتدعوا، فقد كُفِيتم
“Ikuti sunnah dan jangan melakukan bid’ah. Sungguh telah dicukupkan sunnah itu untuk kamu.”
Jadi mereka menyebutkan dua hal yang berlawanan dan bertentangan ini. Karena tidak akan tegak sunnah jika kita tidak waspada terhadap lawannya. Maka pembahasan pertama dalam kitab ini adalah:
Perintah untuk berpegang teguh kepada sunnah dan tetap berada bersama al-jamaah
Ini adalah bab pertama dalam buku talbis iblis, bahwa jalan selamat sampai kepada surga Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menetapi As-Sunnah dan Al-Jama’ah, tidak keluar dari As-Sunnah dan tidak memisahkan diri dari al-Jama’ah.
Di sini beliau menyantumkan beberapa riwayat-riwayat, yang pertama adalah dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa ‘Umar bin Khattab pernah berkhutbah, dia berkata: “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di hadapan kami kemudian beliau bersabda:
مَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ بَحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ1 فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاثْنَيْنِ أَبْعَدُ
“Barangsiapa yang ingin mendapatkan tempat spesial di dalam Surga, hendaklah dia tetap bersama jamaah, karena setan bersama satu orang, dan ia lebih jauh dari dua orang.”
Dari sini kita mengetahui hendaknya seorang muslim tidak memisahkan diri dari saudara-saudaranya, terutama saudara-saudaranya yang berada di atas Sunnah. Karena kita akan lemah ketika sendiri, kita perlu orang lain untuk mendapatkan nasehat mereka, untuk mendapatkan peringatan mereka, teguran mereka. Karena kadang-kadang kita suka lupa dan tidak tahu terhadap kesalahan kita sendiri.
Sebagaimana dikatakan bahwa seseorang mungkin tidak bisa mencium aromanya sendiri, tapi orang lain dapat menciumnya dengan jelas. Demikian kita di dalam kehidupan, kadang-kadang kita tidak tahu kita sudah melenceng, kita sudah menyimpang, kita jatuh dalam kesalahan, kita tidak akan menyadari itu hingga orang lain memperingatkan kita bahwa kita sudah melenceng dan menyimpang.
Di sini juga ada perintah untuk tetap bersama jama’ah. Istilah “jama’ah” ini banyak disebutkan di dalam hadits. Disebutkan bahwa Al-Jama’ah itu adalah sesuatu yang kita berada di atas kebenaran. Diungkapkan juga dengan dalam hadits iftiraqul ummah yaitu pedoman yang dijalani oleh para Nabi dan para sahabat beliau. Seperti perkataan juga dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
الجماعة ما واقف الحق و لو كنت وحدك
“Al-Jama’ah adalah sesuatu yang kamu berada di atas kebenaran walaupun kamu seorang diri.”
Ketika seseorang berada di atas Al-Haq, maka dia disebut Al-Jamaah walaupun dia seorang diri.
Ada juga makna lain dari sebutan Al-Jamaah, yaitu mayoritas kaum muslimin. Kalau kita bicara mayoritas kaum muslimin, maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti generasi-generasi sebelum mereka, para salafush shalih, sahabat, tabi’in, atba’ut tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan kepada kita bahwa salah satu yang menjadi jaminan surga bagi seseorang adalah dia tetap bersama Al-Jama’ah.
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Suatu hari, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menarik garis lurus dengan tangan beliau, kemudian Nabi berkata:
هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا
“Ini adalah jalan Allah yang lurus.”
Kemudian beliau menarik garis ke kanan dan ke kiri dari garis lurus tadi, kemudian beliau berkata:
هَذِهِ السُّبُلُ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ
“Ini adalah jalan-jalan lain yang setiap jalan-jalan yang ke kanan dan ke kiri ini terdapat setan yang mengajak manusia untuk mengikuti jalan tersebut.”
Kemudian beliau membaca ayat:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
“Sesungguhnya ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah itu dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain.” (QS. Al-An’am[6]: 153)
Jalan yang lurus itu adalah jalan As-Sunnah. Yaitu pedoman yang telah dijalani oleh Nabi dan para sahabat beliau. Itulah jalan sunnah, itulah manhaj (cara beragama) yang telah dipilih oleh sahabat-sahabat Nabi yang mulia. Cara beragama Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat yang mulia.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49702-berpegang-teguh-kepada-sunnah-dan-tetap-bersama-al-jamaah/